Jumat, 10 Juli 2015

"KESENIAN KETHEK OGLENG PACITAN" Sebuah kesenian tari atraktif dengan latar belakang cerita sejarah. [Desa Tokawi - Kecamatan Nawangan]



kethek ogleng pacitan
KESENIAN TARI KETHEK OGLENG PACITAN

Sebenarnya Pacitan memiliki bermacam-macam kesenian dan budaya asli daerah, di antaranya adalah tari Kethek ogleng yang cukup legendaris. Namun sayang kesenian yang satu ini di klaim oleh kabupaten tetangga. Tari kethek ogleng asli berasal dari desa Tokawi, kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan Jawa Timur.

Tari tersebut sudah ada sejak tahun 1963 hasil karya dari seorang petani yang bernama Sutiman dan baru Berumur 18 tahun. Menurut Sutiman kata “Kethek Ogleng’’ diambil dari nama binatang yaitu kera dalam bahasa jawa “KETHEK”, Sedangkan Ogleng diambil dari gamelan yang berbunyi “gleng-gleng”.

Tari Kethek Ogleng pertama kali ada di tempat orang punya hajat perkawinan tepatnya akhir tahun 1963. Pentas tersebut terlaksana atas permintaan Kepala Desa Tokawi pada Waktu itu D.Harjo Prawiro.
Pada akir tahun 1964, Dinas pendidikan dan kebudayaan atas prsetujuan Bupati Pacitan menghimbau kepada sutiman agar dalam tari Kethek Ogleng Tersebut menggunakan cerita panji.

Bertujuan apabila menggunakan unsur cerita agar menjadi lebih baik. Cerita panji dalam versi raden panji yang akan dijodohkan dengan Sekartaji atau Candra kirana. Tari Kethek ogleng memiliki alur cerita , secara utuh terdiri dari 6 tokoh yaitu: Panji Asmoro banguan, Sekartaji, Endang lara Tompe, Punakawan, Banthara Narada dan Wanaraseta.

kesenian kethek ogleng pacitan

Yang di kenal hingga sekarang latar belakang Kesenian ini berawal dari sebuah cerita kerajaan jawa, yaitu kerajaan Jenggala dan kerajaan Kediri yang kemudian dituangkan ke dalam seni gerak tari. Secara turun temurun kesenian ini tetap eksis di kalangan masyarakat desa Tokawi kecamatan Nawangan kabupaten Pacitan, terutama ketika sedang diadakan kegiatan syukuran atau pun pada saat hajatan.

Dalam tarian kethek ogleng, diceritakan bahwa puteri Dewi Sekartaji atau putri dari kerajaan Jenggala menjalin hubungan asmara dengan Panji Asmara Bangun pangeran dari kerajaan Kediri. Hubungan mereka sangat harmonis, karena keduanya saling mencinta dan seolah tidak bisa dipisahkan. Akan tetapi, orang tua mereka tidak sejalan dengan cinta anak-anaknya, ayahanda sang puteri mempunyai kehendak lain, beliau menginginkan puterinya untuk menikah dengan pria pilihannya.
Sang puteri menolak, tetapi ayahnya yang seorang raja bersikeras menginginkan agar anaknya menikah dengan pria pilihannya, sampai akhirnya sang puteri dipaksa untuk menikah dengan pria tersebut. Karena cintanya pada Panji Asmara Bangun dan untuk menghidar dari paksaan ayahnya, sang puteri pun secara diam- diam meniggalkan kerajaan Jenggala tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Malam hari sang puteri berangkat dengan diiringi dayang istana menuju kearah barat. Mengetahui sang kekasih pergi meninggalkan kerajaan, kemudian Panji Asmara Bangun pergi untuk mencari sang puteri. Panji Asmara Bangun singgah dirumah seorang sang pendeta dan diberi wejangan. Pergi kearah barat dan menyamar menjadi Kethek (kera). Begitu pula sang puteri yang kebetulan juga menyamar sebagai Endang Roro Tompe (seorang gadis dengan tompel di wajahnya).
Sang Tompe hidup menyendiri di sebuah pondok di hutan. Ia hanya berteman kan binatang liar yang hidup di sekitar hutan. Begitu juga dengan sang Kethek, ia hidup menggelantung dari pohon yang satu ke pohon yang lainnya di sebuah hutan belantara. Setelah sekian lama, sang Kethek pun bertemu dengan sang Tompe. Awalnya keduanya tidak saling mengenal, akan tetapi lama kelamaan keduanya pun saling mengenal dan menjadi akrab. Karena mereka sudah merasa akrab, akhirnya mereka pun merubah wujudnya seperti semula. Sang Kethek kembali menjadi Panji Asmara Bangun dan sang Tompe pun kembali menjadi Dewi Sekartaji. Ketika mereka sudah kembali ke wujud aslinya, mereka pun kaget ternyata mereka adalah orang yang saling mengenal dan saling mencari bahkan saling mencintai.
Perjumpaan sepasang kekasih tersebut sangat mengharukan. Mereka pun saling melepas rindu, layaknya sepasang kekasih yang lama tidak bertemu. setelah itu mereka kembali ke kerajaan Jenggala untuk meminta restu dan segera menikah.

Yang menarik dari kesenian Kethek ogleng ini, selain penarinya yang cantik juga tariannya yang menggambarkan kehidupan masa silam dan merupakan kisah nyata, sehingga kesenian ini sangat menghibur bagi wisatawan yang berkunjung ke Pacitan, khususnya bagi wisatawan yang senang dengan wisata kebudayaan berupa tari-tarian.

Tari Kethek ogleng biasanya diadakan pada saamasyarakat mengadakan hajatan khususnya masyarakat desa Tokawi kecamatan Nawangan pacitan, tetapi kadang-kadang tarian ini juga dimainkan pada saat diadakannya acara-acara tertentu misalnya untuk mengiringi grup drum band ketika diadakannya karnaval hari jadi kota Pacitan.

kethek ogleng nawangan

Mneurut konsep yang ditulis R.FIRTH menyebutkan 8 fungsi sosial seni yaitu :

1. Sebagai sarana kepuasan batin.
2. Sebagai sarana bersantai dan hiburan.
3. Sebagai sarana ungkapan jati diri.
4. Sebagai sarana integratif dan pemersatu.
5. Sebagai sarana penyembuhan.
6. Sebagai sarana pendidikan.
7. Sebagai sara integrasi pada masa kacau.
8. Sebagai sarana lambang penuh makna dan mengandung kekuatan.

Fungsi tari Kethek Ogleng mengandung dua dimensi yaitu, vertical dan horizontal. Vertical tercemin hubungan antara manusia dengan khaliqnya. Secara horizntal tercemin antara manusia dengan manusia dalam masyarakat menimbulkan rasa kebersamaan, kesetiakawanan yang didasari rasa saling membantu dan gotong royong.

Berdasarkan penelitian Kesenian Kethek ogleng memiliki beberapa makna sosial diantaranya adalah :

(1) Kesenian Kethek Ogleng tercipta, tumbuh dan berkembang di desa Tokawi kecamatan Nawangan kabupaten Pacitan yang menceriterakan kisah cinta antara Dewi Sekartaji dari Kerajaan Jenggala dan Panji Asmara Bangun dari Kerajaan Kediri pada tahun 1962;

(2) Penyajian kesenian Kethek Ogleng berupa dramatari yang di dalamnya mengandung unsur gerak, iringan, rias, busana, dan tempat pementasan;

(3) Kesenian Kethek Ogleng mengandung nilai-nilai sosial yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat desa Tokawi, seperti kebersamaan, komunikasi, kerohanian, hiburan, kesetiaan, ekonomi, dan pendidikan; dan

(4) Masyarakat berharap agar kesenian Kethek Ogleng di desa Tokawi tetap dipertahankan karena kesenian tersebut merupakan satu-satunya yang ada di desa Tokawi kecamatan Nawangan kabupaten Pacitan. Upaya yang dilakukan dalam mempertahankan keberadaan kesenian tersebut dilakukan dengan memberikan pelatihan pada ekstrakurikuler di sekolah dalam lingkup wilayah desa Tokawi.

ketek ogleng pacitan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjunganya!
Tolong berikan komentar, dan bagikan artikel ini melalui media sosial..